Minggu, 30 November 2014

Berbagi pengalaman berobat dengan kartu BPJS

Singkatan BPJS pertama kali aku dengar dari seorang rekan yang memberi tahu aku bahwa aku ditunjuk sebagai pejabat penandatangan SPM pencairan dana BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan yang akan berdiri pada tanggal 1 Desember 2014.  Sewaktu kata-kata tersebut disampaikan ke aku, aku pura-pura tau dan ngerti. Segera aku browsing dan mencari tau....ternyata....

Setelah BPJS resmi dan aktif aku dan suami segera mengurus kartu BPJS pada kesempatan pertama. Syaratnya mudah hanya membawa kartu askes lama dan kartu keluarga serta ktp ke kantor BPJS dahulu askes. Di sana sudah ada petugas yang melayani. Dan kartu BPJS langsung diberikan untuk mengganti kartu askes. Sayangnya waktu mengurus kelupaan membawa akta kelahiran anak ketiga yang ternyata dengan BPJS bisa dicover. Next time akan kami urus.

Seminggu setelah mengurus bpjs kami mendapat kabar dari anak kedua kami yang sekolah di pesantren NFBS bahwa amandelnya sudah akut sehingga harus segera di operasi. Malamnya setelah pulang kantor kami segera menjemput anak kami Rania ke pesantrennya di Anyer.  Kami segera menyusun strategi untuk berobat menggunakan BPJS sesuai prosedur.

Langkah pertama, Selasa 28 Januari 2014. Jam 6 pagi ayah mengambil antrian nomor di Puskesmas Palmerah dan mendapat nomor antrian 29. Jam 07.30 aku dan rania ke puskesmas untuk mendaftar...ternyata sudah dipanggil antrian 35, walaupun telat aku tetap maju dan lapor. Disuruh menunggu sebentar. Saat dipanggil aku menyodorkan kartu BPJS dan kartu berobat..petugas puskesmas meminta fotocopy kartu BPJS. Duhhh aku belum fotocopy...sementara di puskesmas tidak menyediakan fasilitas fotocopy. Terpaksa aku keluar cari tempat fotocopy yang lumayan jauh. Setelah syarat dipenuhi aku kembali ke petugas dengan sedikit ngedumel dan harus antri  dokter untuk mendapatkan rujukan. Antrian nomor 13 .... rasanya lama. Alhamdulillah lancar, tanpa banyak tanya karena sdh ada rekomendasi diagnosa dari klinik sekolah, kami berhasil mendapat rujukan dokter untuk ke RSAL Mintoharjo spesialis THT. Segera kami ke rumah sakit di Bendungan Hilir.

Setiba di rumah sakit kami mendaftar di klinik spesialis THT. Ada beberapa persyaratan yang harus di fotocopy. Untungnya lengkap dan tersedia tempat fotocopy sehingga ga perlu bingung, dilaksanakan saja semua persyaratannya walaupun harus kesana kemari.

Pertama kami harus antri pendaftaran, yang kedua antri di dokter spesialisnya. Lumayan panjang antriannya, harus sabar menunggu panggilan. Bisa sambil makan atau browsing2. Akhirnya dipanggil juga. Kemudian kami masuk ke ruang praktek, dokter sudah menunggu didampingi perawat dan koas2. Anakku ditanya sudah berapa sering terkena sakit amandel. Kemudian dilihat, disuruh buka mulut besar2 sambil menjulurkan lidah. Ternyata memang sudah besar amandelnya. Dokter memberikan prokons apabila dioperasi atau tidak. Dan tentunya setiap pertanyaan dari dokter, kami mengarahkan agar rania bisa segera dioperasi agar tidak terlalu lama izin dari sekolah.

Selesai di dokter THT, kami dirujuk untuk ke laboratorium untuk cek darah kemudian ronsen paru2. Antri lagi dan fotocopy lagi. Seperti biasa antri pendaftaran dulu baru antri berobat. Kemudian hasilnya disampaikan ke dokter spesialis anak juga ke dokter anastesi untuk mendapat approval pelaksanaan operasi minggu depan. Alhamdulillah ternyata walaupun melelahkan kalau dijalankan dengan sepenuh hati tidak mengecewakan. Dengan BPJ semua gratis, cuma keluar biaya fotocopy. Akhirnya anakku Rania bisa dapat persetujuan untuk operasi amandel minggu depan.

Sayangnya, operasi ini tidak jadi kami laksanakan karena setelah dilakukan istikharoh kami memutuskan agar anak kami tidak jadi operasi amandel. Kami akan berihtiar di jalan lain.